Sudah lama Pak Rois ingin membawa sepedanya yang sudah tua ke bengkel. Rem tangannya tidak terlalu berfungsi dengan baik, ban belakangnya sudah mulai goyang dan pedal sepedanya mulai berat untuk dikayuh. Mungkin karena gir yang jadi tempat rantai sepedanya juga mulai terkikis usia.
Siang itu, Pak Rois mengayuh sepedanya menuju ke arah rumah. Jalanan basah sehabis hujan dan menimbulkan genangan air sehingga lubang jalan jadi tidak kelihatan.
Kemudian, ‘DUG!’
Sepeda Pak Rois masuk ke lubang yang cukup dalam, dan Pak Rois terjatuh. Beruntung Pak Rois tidak terluka, hanya telapak tangannya sedikit lecet karena terbentur aspal. Namun, Pak Rois jadi sedih ketia melihat sepedanya. Ban depannya bengkok, kabel rem tangannya patah, rantai sepedanya juga terlepas.
Mau tidak mau Pak Rois pun membawa sepedanya ke toko sepeda terdekat yang juga menyediakan jasa servis sepeda. Di bengkel tadi, Pak Rois menjelaskan kerusakan sepedanya kepada pemilik toko, namun setelah dicek, sepeda Pak Rois harus ditinggal dulu, tidak bisa langsung jadi.
“Bapak tidak usah bingung pulangnya, bapak bisa bawa pulang dulu sepeda yang ada disini sampai sepeda bapak selesai dibetulkan.” Kata pemilik toko sambil mengambilkan salah satu sepeda yang masih baru.
“Duh.. saya tidak enak kalau saya harus bawa sepeda orang lain.” Pak Rois menolak karena merasa tidak enak, apalagi membawa pulang sepeda baru.
“Oh tidak apa-apa, Pak. Di toko ini memang pelayanan kami seperti itu. Sepedanya bapak bawa pulang dulu saja, tapi sebelum itu tangan bapak diobatin dulu ya. Ini saya ada betadin sama kapas. Bapak tadi habis jatuh juga, kan?” Kata pemilik toko ramah.
Beberapa hari kemudian, Pak Rois kembali datang ke toko sepeda tadi untuk mengambil sepedanya yang sedang diservis. Pak Rois kembali bertemu dengan pemilik toko yang ramah tadi.
“Maaf Nak, saya baru datang hari ini. Bapak mesti mengumpulkan uang dulu buat biaya servis sepeda bapak.”
“Oh iya, tidak apa-apa Pak, silakan. Sepeda bapak sudah selesai diservis. Boleh bapak cek dulu.” Pemilik toko tadi mengantarkan Pak Rois menuju sepedanya.
Begitu melihat sepedanya yang selesai disevis, Pak Rois kaget sekali. Ban sepedanya diganti baru semua depan dan belakang, rantai sepeda dan girnya juga baru semua. Pak Rois juga kaget melihat lampu depan di sepedanya.
“Ya ampun, Nak! Sepeda bapak kenapa jadi bagus semua seperti ini. Bapak cuma minta dibenerin saja yang kemarin rusak, Nak. Bapak nggak ada biaya untuk membayar semua ini. Mohon maaf, Nak. Kalau bisa ini dilepas saja. Diganti punya saya yang dulu.”
Pemilik toko tadi tersenyum kemudian berkata. “Wah maaf Pak. Semua yang sudah dipasang tidak bisa dilepas lagi. Mari ke meja saya,Pak. Biayanya sudah ada disitu semua.”
Pak Rois melangkah dengan ragu, tidak yakin uangnya cukup untuk membayar biaya servis sepedanya yang jadi terlihat baru semua.
“Silakan duduk Pak, ini biaya servis sepeda bapak.”
Pak Rois menerima kertas tadi dengan ragu-ragu dan melihat biaya servis sepedanya. Ada ganti rem, ganti rantai, ganti velg dan ban, pasang lampu baru. Setelah melihat total biayanya, Pak Rais jadi lebih kaget lagi karena biaya yang tertulis adalah nol.
“Maaf, Nak. Ini salah tulis atau bagaimana? Kok biaya servisnya nol?”
Pemilik toko tadi tersenyum, lalu menjelaskan, “Bapak sudah membayar biaya servisnya sejak lima belas tahun yang lalu. Bapak masih ingat sama anak laki-laki yang bapak tolong di pinggir jalan karena jatuh terserempet motor.”
Pak Rois masih mengingat-ingat kejadian lima belas tahun yang lalu, lalu berucap lirih. “Maksudnya Yanto, yang waktu itu bapak antar pulang?”
“Iya, betul sekali, Pak. Bapak tahu saya dulu selalu jalan kaki tiap berangkat sekolah dan bapak juga tahu kaki saya mesti di gips karena ada bagian yang retak. Bapak pula yang setiap hari rela menjemput dan mengantar saya agar saya bisa tetap berangkat sekolah karena saya tidak bisa berangkat dengan jalan kaki waktu itu.”
Pak Rois ingat kejadian waktu itu dan terharu melihat siswanya yang dulu masih ingat dengan gurunya.
“Sebenarnya biaya servis sepeda bapak ini belum ada apa-apanya dibandingkan jasa Pak Rois waktu dulu. Pokoknya, kalau nanti ada sesuatu lagi dengan sepeda bapak. Bapak datang saja langsung kesini.”
Pak Rois terharu sekali mendengar penuturan Yanto, anak didiknya pada masa dulu. Pak Rois pun berdiri dan memeluk erat Yanto yang sekarang sudah jadi anak sukses dan masih ingat dengan jasa-jasa gurunya.
Dalam pelukan erat gurunya, Yanto berbisik. “Terimakasih Pak. Terimakasih untuk setiap kebaikan bapak.”
