Beberapa hari ini, di sekolah Kanza terlihat kurang bersemangat. Padahal, sebentar lagi Kanza dan kelompoknya akan tampil dalam acara peringatan HUT RI di sekolahnya. Seharusnya Kanza senang akan menampilkan tari Gambyong dalam pertunjukan nanti karena Kanza sendiri yang mengusulkan kepada Bu Guru untuk menampilkan tari Gambyong.
Bu Andin yang menyadari tingkah Kanza, mendekati Kanza yang sedang murung di tempat duduknya.
"Kanza, ibu perhatikan, akhir-akhir ini sepertinya Kanza sedang kurang bersemangat latihan. Kanza sedang tidak enak badan, ya? Atau karena gerakan tariannya terlalu sulit?" Bu Andin berkata lembut sambil duduk di sebelah Andin.
Kanza hanya menggeleng sambil berkata, "Nggak apa-apa, kok Bu"
"Coba, cerita sama Ibu. Kalau Kanza ada kesulitan, Kanza bisa sampaikan ke Bu Andin. Biar nanti bisa kita selesaikan masalahnya." Bu Andin mengelus Kanza.
"Tapi Kanza nggak enak Bu, kalau mau cerita." Mata Kanza memerah, seperti hendak menangis, namun ditahannya.
"Cerita saja tidak apa-apa, Bu Andin siap mendengarkan, kok." Kata Bu Andin sambil tersenyum.
Kanza menggigit bibirnya, ragu untuk bercerita, "Bu, Kanza boleh nggak ganti kelompok untuk peringatan HUT RI nanti?"
"Memang kenapa Kanza pengen ganti kelompok? Kan masing-masing kelompok berbeda penampilan."
"Soalnya… di kelompok Kanza ada yang latihannya nggak serius bu, selalu ketinggalan gerakannya, jadi tidak bisa kompak." Kanza takut Bu Andin marah.
"Memang siapa, Kanza?"
"Dio, bu.. setiap diajak latihan sepulang sekolah, Dio selalu seenaknya sendiri. Kalau diajak ngomong nggak pernah mau menatap Kanza. Kalau yang lain latihan, Dio malah main sendiri."
Bu Andin tersenyum mendengar kegelisahan Kanza.
"Kenapa sih, Bu? Dio harus masuk kelompok Andin. Latihan kelompok Kanza jadi susah nggak kompak-kompak karena ada Dio. Lagipula, setiap hari Dio sekolah ditungguin sama Mbaknya. Masa udah masuk SD sekolah masih dianterin." Kanza mulai lebih berani mengeluarkan uneg- uneg di hatinya.
Bu Andin tersenyum lalu menjelaskan dengan lembut kepada Kanza,
"Kanza.. kita keluar kelas yuk, duduk-duduk di taman." Bu Andin berdiri diikuti Kanza.
Sesampainya di taman, mereka berdua duduk bersebelahan, menyaksikan anak-anak yang sedang bermain menikmati jam istirahat sekolah. Beberapa anak terlihat sedang menikmati bekal makanannya.
Kanza melihat Dio sedang duduk berdua dengan mbaknya, menikmati sosis kesukaannya. Dio memang suka sekali makan sosis, bahkan seingat Kanza, setiap hari bekal Dio selalu sosis. Tidak pernah ganti menu lain.
Bu Andin kembali memulai pembicaraan, "Kanza, sekolah kita ini adalah sekolah inklusi loh. Kanza tahu apa itu sekolah inklusi?"
Kanza menggeleng.
"Sekolah inklusi itu adalah sekolah yang mau menerima semua siswa dengan kondisi apapun. Mulai dari jenis kelamin, latar belakang, kondisi fisik, status sosial sampai kepribadiannya."
Bu Andin menjelaskan lebih lanjut, "Jadi… apapun keadaan siswanya, semuanya bisa sekolah di sekolah ini. Bapak ibu guru selalu menyambut mereka dengan sepenuh hati. Termasuk dengan Dio."
"Dio itu termasuk anak berkebutuhan khusus, anak yang harus diperlakukan secara khusus biar bisa belajar bersama anak-anak di sini. Kenapa Dio ditungguin Mbaknya? Karena kalau sama Mbaknya, Dio bisa lebih mudah menyampaikan keinginannya. Dio masih belum terlalu terbuka sama orang lain."
Sambil membetulkan kacamatanya, Bu Andin bertanya, "Kanza sudah pernah mencoba mengajak ngobrol Dio?"
Kanza menggeleng, "Kanza kadang suka takut bu, kalau Dio tiba-tiba teriak-teriak di kelas." Kanza berkata polos.
"Nah, coba Kanza mulai ajak ngobrol Dio, panggil nama Dio dengan jelas, ajak berbicara dengan bahasa yang halus, serta kalimat yang singkat dan jelas. Atau bisa juga dengan diiringi gerakan tubuh yang sederhana." Bu Andin menjelaskan.
"Kalau Dio marah gimana, Bu?"
"Kanza harus sabar, ajari Dio cara berteman dengan benar. Sebenarnya Dio itu juga pengen berteman sama yang lainnya loh.."
Kanza jadi ingat, kadang saat Dio teriak-teriak di kelas, teman-temannya justru takut tidak ada yang mau mendekat. Jarang ada yang mau ngobrol dengan Dio karena Dio kalau diajak ngomong tidak nyambung. Seharusnya, Kanza bukannya menjauhi tapi mengajaknya berteman. Mungkin Dio juga sebenarnya ingin berteman, tapi belum tahu caranya.
Kanza sadar selama ini Kanza belum menjadi teman yang baik bagi Dio. Padahal Dio sebenarnya anak yang baik, Dio pernah memberikan coklat untuk teman-teman satu kelasnya meskipun saat memberikannya Dio tidak mau menatap mata temannya.
Kalau diingat lagi, Dio juga tidak pernah nakal sama teman-teman sekelasnya. Dio memang suka berteriak sendiri, mungkin sebenarnya Dio butuh teman-teman yang baik dan mau mengerti apa yang Dio inginkan.
Kanza pun menyadari kesalahannya, diam-diam Kanza berjanji, setelah ini akan mengajak teman-teman lainnya untuk berteman dan menyayangi Dio. Kanza akan mengajak Dio berlatih, meskipun Dio tidak bisa mengikuti gerakan dengan baik, yang terpenting adalah kelompok Kanza sudah menampilkan yang terbaik.
Kanza lalu bangkit dan berkata, "Bu Andin, maafkan Kanza ya.. Kanza nggak jadi minta ganti kelompok. Biar nanti Kanza yang membantu Dio untuk ikut berlatih."
Bu Andin mengangguk tersenyum senang mendengar perkataan Kanza.
"Bu, Kanza pamit dulu, ya."
"Memang mau kemana?"
"Kanza mau coba menemani Dio makan bekalnya, Kanza mau mengajak Dio berteman"
Kanza berlari meninggalkan Bu Andin.
Bu Andin bangga melihat Kanza yang mau berteman dengan siapa pun tanpa membeda-bedakan latar belakang dan kepribadiannya.
Ditulis oleh : Edo Saputra
Ilustrasi : @mimbargambar

.jpeg)